KEMITRAAN LEMBAGA KEUANGAN PENANAM MODAL/INVESTASI USAHA DAN BUILD OPERATES TRANSFER (BOT)
KEMITRAAN LEMBAGA KEUANGAN PENANAM MODAL/INVESTASI USAHA DAN BUILD OPERATES
TRANSFER (BOT)
Tika Kusuma
Program Studi S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, Universitas Esa Unggul KHI
Simbiosis mutualisme (interaksi antara dua organisme yang
hidup berdampingan dan bertujuan untuk saling menguntungkan) tidak hanya
berlaku di dunia hewan dan tanaman, tetapi juga berlaku di dunia bisnis yang
tidak mungkin dapat berjalan sendiri dalam menjalani usahanya. Contoh dari
bentuk atau pola kerjasama saling menguntungkan adalah seperti Kemitraan Usaha
dan perjanjian Build Operate Transfer (BOT). Apakah Kemitraan Usaha dan BOT itu
sesungguhnya ?
Dalam artikel ini mari kita mengulas apa itu Kemitraan Usaha
dan BOT, serta tujuan, manfaat, pola kemitraan, dan contohnya.
KEMITRAAN USAHA
Definisi Kemitraan
Kemitraan adalah “Suatu
strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu
tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan
saling membesarkan”. Menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, pasal
1 ayat 8: Kemitraan adalah kerja sama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha
Menengah atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Tujuan Kemitraan Usaha
Kemitraan usaha baik dalam skala usaha kecil maupun skala besar pada akhirnya tidak hanya sekedar memberi keuntungan pada pihak yang bermitra, tetapi pula akan berdampak pada pihak-pihak lain atau masyarakat secara umum. Oleh karena itu kemitraan usaha diarahkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan pendapatan usaha dan masyarakat;
2. Mendukung efisiensi ekonomi;
3. Memperkuat kemampuan bersaing;
4. Menghindari persaingan yang tidak sehat dan saling mematikan;
5. Menghindari monopoli yang dapat menyebabkan distorsi dalam pasar;
6. Membangun tata dunia usaha yang kuat dengan tulang punggung usaha yang tangguh dan saling mendukung melalui ikatan kerjasama;
Tujuan-tujuan di atas akan dapat dicapai, bila kemitraan
tersebut berjalan “langgeng” karena tidak jarang terjadi kesepakatan kemitraan
berakhir tanpa tujuan dikarenakan perpecahan atau perselisihan pihak-pihak yang
bermitra. Langgengnya kemitraan hanya dapat dicapai, bila kedua pihak mentaati
kesepakatan- kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Manfaat Kemitraan Usaha
Pihak-pihak yang bermitra masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, keduanya berusaha menutupi
kekurangan masing-masing dengan kelebihan yang dimiliki oleh pihak lain atau
pihak yang bermitra. Dengan demikian, diharapkan hasil yang dicapai dari k
emitraan usaha harus lebih baik atau lebih besar dibandingkan jika dikelola
sendiri tanpa kemitraan dengan pihak lain. Jika hasil yang diperoleh dari
kemitraan tidak lebih baik dari tanpa kemitraan, berarti kemitraan tersebut
gagal.
Manfaat Kemitraan, antara lain dibedakan atas:
1. Manfaat produktivitas
Produktivitas adalah suatu model ekonomi yang
diperoleh dari membagi output dengan input. Produktivitas = output:input. Dengan
formulasi di atas dan sesuai dengan rumus 1+1>2 sebelumnya, maka
produktivitas dikatakan meningkat bila dengan input yang tetap diperoleh output
yang semakin besar.
Selain itu, produktivitas yang tinggi dapat
diperoleh dengan cara mengurangi penggunaan input (dengan syarat tidak
mengurangi kualitas), sehingga dengan output yang tetap dengan penggunaan input
yang sedikit menunjukkan adanya peningkatan produktivitas.
2. Manfaat efisiensi
Manfaat efisiensi dapat diartikan sebagai
dicapainya cara kerja yang hemat, tidak terjadi pemborosan, dan menunjukkan
keadaan menguntungkan, baik dilihat dari segi waktu, tenaga maupun biaya. Ini
dapat dicapai karena dalam Kemitraan mengikat pihak-pihak yang bermitra untuk
mentaati segala kesepakatan, serta terjadi spesialisasi tugas dan tanggung
jawab sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing.
3. Manfaat jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.
Sebagai akibat adanya manfaat produktivitas
dan efisiensi, maka dengan kemitraan akan dicapai pula manfaat kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas. Dengan adanya penggabungan dua potensi dan kekuatan
untuk menutupi kelemahan dari masing-masing pihak yang bermitra, maka akan
dihasilkan tingkat produktivitas yang tinggi dan efisiensi serta efektivitas.
Produktivitas menunjukkan manfaat kuantitas dan efisiensi serta efektivitas
menunjukkan manfaat kualitas.
Dengan kualitas dan kuantitas yang dapat diterima
oleh pasar, maka akan dapat menjamin kelangsungan usaha.
4. Manfaat dalam risiko
Dalam kemitraan kedua pihak memberi peran yang
sesuai dengan kemampuan masing-masing, sehingga keuntungan atau kerugian yang
dicapai atau diderita kedua pihak sesuai dengan peran dan kekuatan
masing-masing. Hal ini berarti bahwa dalam kemitraan, ada rasa senasib
sepenanggungan antara pihak yang bermitra sehingga jika ada resiko ditanggung
bersama antara pihak yang bermitra, sehingga resiko yang ditanggung masing-masing
pihak menjadi berkurang.
Seharusnya setiap manusia wirausaha memiliki
jiwa interpreneurship, hal ini didukung oleh cara-cara berpikirnya yang
kreatif. Pemikiran kreatif itu sendiri didukung oleh dua hal, yaitu pengerahan
daya imajinasi dan proses berpikir ilmiah. Dengan pemikiran yang kreatif kita
bisa memecahkan berbagai macam permasalahan.
Pola Kemitraan dan Contohnya
Dan kemitraan antara penanam modal dengan usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi dapat di laksanakan dalam berbagai bentuk kerja
sama sesuai dengan Pasal 26 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 yaitu:
inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum. Distribusi dan keagenan
serta bentuk – bentuk kemitraan lainnya, seperti : bagi hasil, kerjasama
operasional, usaha patungan ( joint venture ) dan penyemberluaran (
outsourching ).
1. Kemitraan Dalam Bentuk Inti-Plasma
Dalam kemitraan dengan bentuk inti-plasma diartikan mitra
dalam hal ini adalah penanam modal dapat bertindak sebagai Perusahaan inti atau
Perusahaan Pembina atau Perusahaan Pengelola atau Perusahaan Penghela,
sedangkan Plasma dalam hal ini adalah usaha mikro,kecil, menengah, dan koperasi
sebagai usaha yang dibina.
Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha
kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah
atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma,
perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.
Contoh: Kemitraan dalam bentuk inti – plasma yaitu
pada usaha perkebunan kelapa sawit yang berada di Perhentian Raja, Kota
Pekanbaru, Riau. Dalam kemitraan usaha perkebunan ini para petani hanya
bertugas melaksanakan penanaman dan pemeliharaan, sedangkan seluruh sarana
prasarana dan segala pembiayaan lainnya dijamin oleh PT Sinar Mas Agra Tbk.
2. Kemitraan Dalam Bentuk Subkontrak
Subkontrak adalah suatu sistem yang mengambarkan hubungan
antara usaha besar yaitu penanam modal dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi, dimana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firm) meminta
kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (selaku subkontraktor) untuk
mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab
penuh pada perusahaan induk. Pola subkontrak berarti memperluas jaringan usaha
dan penyerapan tenaga kerja. Alih teknologi dan pengetahuan juga berjalan
secara produktif melalui pola-pola subkontrak. Akan tetapi, pengembangan
jaringan usaha ini mensyaratkan dukungan iklim yang kondusif, antara lain
melalui perbaikan sistem perpajakan dan sistem perizinan.
Contoh: Pola kemitraan sub kontrak seperti hubungan
antara petani pisang mas di Tanggamus, Provinsi Lampung dengan PT Great Giant
Pineapple (GGP). Kebutuhan tersebut yakni petani mendapatkan keuntungan
permodalan yang sangat tinggi yang bersumber dari PT Great Giant Pineapple
(GGP) yang berasal dari suatu modal KKP-E dan fasilitas lahan Sub-Kontrak
Kawasan Berikat yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai).
Kemudian PT Great Giant Pineapple (GGP) juga membutuhkan suatu pasokan pisang
mas yang diperoleh dari petani pisang. Selain petani membutuhkan modal, ia juga
membutuhkan suatu bimbingan, pembinaan dalam perencanaan produksi dari mulai
petani menanam hingga memanen.
3. Kemitraan Dalam Bentuk Waralaba
Waralaba adalah bentuk kerja sama bisnis antara
pemilik merk, produk, atau sistem operasional dengan pihak kedua yang berupa
pemberian izin untuk pemakaian merk, produk, dan sistem operasional. Menurut
Pemerintah Indonesia, waralaba adalah perikatan yang salah satu pihaknya
diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual
(HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut
dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Istilah waralaba merupakan gabungan kata wara yang
berarti lebih dan laba yang berarti keuntungan. Waralaba di Indonesia sendiri
diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 42 tahun 2007 tentang Waralaba.
Bisnis waralaba juga banyak yang berkembang pesat di Indonesia, misalnya bisnis
restoran, minimarket, kedai kopi, dan sebagainya.
Contoh: PT Adinda Citra Selera memiliki usaha di
bidang kuliner yaitu Rumah Makan Citra Selera Bogor. Bisnisnya terkenal dan
memiliki banyak pelanggan sehingga PT Adinda Citra Selera ingin mengembangkan
rumah makannya dengan sistem waralaba. Usaha waralaba yang disediakan akan
menggunakan nama, menu, rasa makanan, dan SOP yang sama seperti Rumah Makan
Citra Selera Bogor. Franchisee hanya akan mengatur seputar keuangan saja dan
keuntungan per bulannya akan dibagi dengan PT Adinda Citra Selera sesuai dengan
kesepakatan yang dibuat.
4. Kemitraan Dalam Bentuk Perdagangan Umum.
Pola perdagangan Umum adalah hubungan kemitraan antara
Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, Usaha Besar memasarkan
hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan
oleh Usaha Besar mitranya. Dengan demikian maka dalam pola perdagangan umum,
usaha besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan
oleh usaha besar mitranya.
Contoh: Pola kemitraan perdagangan umum yakni seperti
kelompok tani semangka bekerjasama dengan vendor PT Aneka Buah. Seorang petani
semangka memasok berbagai barang sesuai dengan persyaratan yang sudah disetujui
dan sesuai dengan kualitas produk yang sudah disetujui bersama-sama, untuk
kemudian bermitra dengan swalayan atau kelompok-kelompok supermarket.
5. Kemitraan dalam bentuk distribusi dan keagenan.
Kemitraan dalam bentuk Distribusi adalah kegiatan
penyaluran hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna
memenuhi kebutuhan manusia. Pihak yang melakukan kegiatan distribusi disebut
sebagai distributor. Sistem distribusi bertujuan agar benda-benda hasil
produksi sampai kepada konsumen dengan lancar, tetapi harus memperhatikan
kondisi produsen dan sarana yang tersedia dalam masyarakat, dimana sistem
distribusi yang baik akan sangat mendukung kegiatan produksi dan konsumsi.
Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak
prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen)
bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan
produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. Seorang agen bertindak
untuk dan atas nama prinsipal, sehingga pihak prinsipal bertanggungjawab atas
tindakan yang dilakukan oleh seorang agen terhadap pihak ketiga, serta
mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha.
Contoh: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) memiliki Agent yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pengguna Telkomsel dan memberikan wadah UMKM untuk berbisnis menjadi agent Telkomsel. Telkomsel memberikan program pemberian fasilitas kredit usaha untuk UMKM Mitra Telkomsel atau Reseller Agent. Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan bisnis UMKM Mitra Telkomsel.
BUILD OPERATES TRANSFER (BOT)
Definisi Build Operates Transfer (BOT)
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang disimpulkan
dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, maka lahir perjanjian Bangun Guna Serah (Build
Operate and Transfer/BOT), yang dikenal sebagai perjanjian tidak bernama (onebenoemde
overeenkomst), yaitu perjajian yang tidak diatur secara khusus dalam
undang-undang, tetapi tumbuh dan berkembang dalam kegiatan ekonomi Indonesia.
Sebagai suatu perjanjian tidak bernama, sampai saat ini belum ada pengertian
dan pengaturan secara khusus mengenai pembangunan suatu proyek milik Pemerintah
maupun swasta yang dibiayai melalui sistem Bangun Guna Serah (Build Operate
and Transfer/BOT).
Menurut Neil Bieker dan Cassie Boggs, BOT adalah suatu
perjanjian kerjasama antara Pemerintah atau BUMN dengan perusahaan swasta di
mana perusahaan tersebut bersedia untuk membiayai, merancang dan membangun
suatu fasilitas atau proyek atas biaya sendiri dan kepadanya diberikan hak
konsesi untuk mengoperasikan proyek bangunan tersebut sampai jangka waktu yang
telah ditentukan, dan menyerahkan kembali kepada Pemerintah atau BUMN pada
akhir masa konsesi.
Tujuan Build Operates Transfer (BOT)
Munculnya perjanjian BOT dilatarbelakangi adanya tuntutan
kebutuhan masyarakat, khususnya bagi para pelaku usaha yang menghendaki
terjalinnya hubungan kemitraan atau kerjasama dalam menjalankan usaha maupun
melakukan ekspansi yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis dan lazimnya
agar para pihak yang berkepentingan merasa terlindungi dikemudian hari yang
dibuat dihadapan Notaris.
Tujuan keberadaan BOT adalah untuk memenuhi kebutuhan
praktek, di mana di satu sisi pemilik lahan membutuhkan dana untuk membangun,
namun dana tersebut tidak tersedia. Di sisi lain, investor memerlukan lahan
atau tanah untuk membangun. Dua sisi kebutuhan tersebut kemudian bertemu dan
dituangkan dalam perjanjian BOT.
Pada umumnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak baik
dalam bentuk perjanjian BOT didesain sesuai dengan kehendak para pihak itu
sendiri, sepanjang perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan ataupun kaidah hukum yang berlaku, baik dari aspek formil
maupun materiil (substansi).
Perjanjian BOT umumnya dilakukan untuk membangun proyek
seperti perkantoran, apartemen, pusat-pusat perbelanjaan, real estate,
rumah toko, hotel atau bangunan lainnya. Namun dalam praktik, perjanjian BOT
digunakan juga pemerintah dalam rangka kerjasamanya dengan pihak swasta
(nasional maupun asing). Oleh sebab itu, perjanjian BOT tidak saja dimanfatkan
kepentingan personal perusahaan swasta saja, tetapi dapat juga dipergunakan
membangun infrastruktur seperti : sarana dan peningkatan keperluan umum,
transportasi, telekomunikasi, listrik dan lain-lain. Dengan dilibatkannya pihak
swasta dalam proyek-proyek pemerintah dasar utamanya adalah pemenuhan kebutuhan
untuk pemenuhan rencana pembangunan nasional, namun dana yang milik pemerintah
terbatas, maka jalan keluarnya adalah melibatkan pihak swasta dengan perjanjian
BOT. Dibukanya kerjasama dengan swasta, karena pembangunan nasional dengan
segala akibatnya tidak dapat lagi dilakukan dengan pembiayaan dari pemerintah
sendiri.
Manfaat Perjanjian Build Operate and Transfer (BOT)
Manfaat dalam kerjasama BOT adalah:
1. Dikarenakan BOT merupakan kerjasama dalam pembiayaan, maka bagi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai pemilik lahan/tanah, tidak perlu mengeluarkan biaya atau anggaran atau mencari dana pinjaman untuk membangun infrastruktur beserta dengan fasilitasnya, sehingga hal demikian dapat mengurangi beban anggaran dalam APBN/APBD.
2. Dengan kerjasama dalam bentuk BOT meskipun pemerintah tidak memliki anggaran yang cukup, tetap dapat membangun infrastruktur beserta dengan fasilitasnya, sehingga kebutuhan dan kepentingan masyarakat tetap dapat terlayani, mengingat pembangunan proyek dilakukan dengan pendanaan dari pihak swasta.
3. Dengan menerapkan sistem kerjasam BOT, pemerintah tetap dapat melaksanakan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum di atas tanah yang dimilikinya tanpa harus mengalihkan atau melepaskan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain, sehingga asset-asset milik negara dapat terjaga dengan baik.
4. Dengan melalui kerjasana BOT, memberikan kesempatan atau peluang kepada pihak lain dalam hal ini swasta untuk berperan serta dalam pembangunan fasilitas.
5. Bagi pihak swasta, kerjasama BOT merupakan peluang bisnis berinvestasi selama jangka waktu tertentu untuk mengambil keuntungan yang wajar melalui pengoperasian sarana dan prasarana yang sudah dibangun.
6. Dengan kerjasama BOT bagi para pihak swasta diharapkan dapat mengembangkan usaha di atas lahan strategis yang pada umumnya dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah, tanpa harus membeli tanah atau lahan kosong.
Tahapan Build Operate and Transfer (BOT)
Secara garis besar Perjanjian Build, Operate and
Transfer terbagi dalam tiga tahap yang berlangsung secara prosedural,
yaitu:
1. Tahap Pembangunan
Pada tahap ini pihak pemilik tanah menyerahkan
penggunaan tanah yang dimiliki atau dikuasainya kepada pihak investor untuk
dibangun diatasnya suatu bangunan komersial beserta segala fasilitasnya.
Sebelum dibangun investor wajib menunjukkan gambar bangunan kepada pihak
pemilik tanah dengan disertai penjelasan secara rinci.
2. Tahap Operasional
Pihak investor berhak mengoperasikan bangunan
komersial yang dibangun untuk jangka waktu tertentu dengan membayar fee tertentu
kepada pihak pemilik tanah atau tanpa membayar fee. Jangka waktu
pengoperasian atau pengelolaan berkisar antara 15 sampai 30 tahun.
3. Tahap Penyerahan
Pada tahap penyerahan, pihak investor wajib
menyerahkan kembali tanah dan bangunan komersial diatasnya beserta segala
fasilitasnya kepada pihak pemilik tanah setelah jangka waktu operasional
berakhir, dalam keadaan dapat dan siap dioperasikan.
Contoh Build Operate and Transfer (BOT)
“Kemitraan Build Operate and Transfer (BOT)
PDAM Kabupaten Semarang dan PT. Sarana Tirta Ungaran”
Terdapat 2 pihak dalam kemitraan ini, yaitu PDAM
(pemerintah) dan PT.STU (sektor swasta).
Bagi pemerintah keuntungan lebih mengarah kepada benefit
(manfaat), yang melihat keuntungan bukan semata-mata dari segi keuangan
(finansial) atau adanya profit (laba usaha). Akan tetapi lebih dari itu, missal
termanfaatkannya aset PDAM eks Proyek Program Pengembangan Prasarana Kota
Terpadu (P3KT), cakupan layanan PDAM meningkat serta sebagai salah satu upaya
meminimalkan terjadinya dampak lingkungan akibat pengambilan air bawah tanah.
Sementara itu bagi swasta, keuntungan berarti usaha
tersebut haruslah mendatangkan profit, yaitu laba usaha, disamping dari
benefit, yaitu mendapatkan pengalaman yang dapat dipergunakan untuk menjalin
kemitraan dengan pemerintah daerah yang lain.
Pada tanggal 29 April 2003, PDAM berkerjasama dengan
PT.STU dalam rangka pengembangan pelayanan penyediaan air bersih di Kabupaten
Semarang. Kemitraan dalam penyediaan air bersih ini menggunakan skema Built
Operate and Transfer (BOT) dengan konsesi selama 27 tahun sejak operasional
Oktober 2004. Nilai investasi yang dibutuhkan sebesar Rp. 33,638 milyar dan
Aset PDAM eks P3KT berupa alat-alat mekanik dan pipa-pipa distribusi yang
terbengkalai (bernilai Rp. 8,12 milyar) juga dijadikan sebagai penyertaan
modal. Berdasarkan perjanjian PDAM akan menerima royalty sebesar 4% dari penjualan
air PT. STU kepada industri dan deviden sebesar 14% atas penyertaan modal.
Kemitraan antara PDAM Kabupaten Semarang dan PT. SARANA
TIRTA UNGARAN sebagai bentuk usaha bersama dilaksanakan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas, kuantitas dan efisiensi penyediaan air bersih bagi
kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya kemitraan tersebut dituangkan dalam
perjanjian kerjasama dihadapan notaris pada tanggal 29 April 2003. Kerjasama
ini menggunakan pola Built Operate Transfer (BOT) dengan masa konsensi 27 Tahun.
Dalam perjanjian kerjasama ini memuat
kesepakatan-kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak dan juga persetujuan
yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu dalam rangka melaksanakan kerjasama secara rinci dan
mendetail sebagai wujud pelaksanaan keputusan bersama
KESIMPULAN
Berdasarkan artikel diatas, dapat disimpulkan bahwa
Kemitraan Usaha dan Build Operate and Transfer (BOT) adalah dua hal yang
berbeda. Kemitraan adalah kerja sama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha
Menengah atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Sedangkan BOT adalah suatu perjanjian kerjasama antara
Pemerintah atau BUMN dengan perusahaan swasta di mana perusahaan tersebut
bersedia untuk membiayai, merancang dan membangun suatu fasilitas atau proyek
atas biaya sendiri dan kepadanya diberikan hak konsesi untuk mengoperasikan proyek
bangunan tersebut sampai jangka waktu yang telah ditentukan, dan menyerahkan
kembali kepada Pemerintah atau BUMN pada akhir masa konsesi.
Persamaan yang dimiliki dari dua kemitraan ini adalah
sama-sama memiliki kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak untuk saling
menguntungkan. Kedua perjanjian kerjasama ini menganut system “Take and Give”,
yaitu mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, dan berbuat sesuatu
sebagai wujud pelaksanaan keputusan bersama.
Komentar
Posting Komentar